Nama Imam Abu Hanifah adalah Nu’man bin Tsabit bin Marzuban,
kun-yahnya Abu Hanifah. Ia adalah putra dari keluarga Persia (bukan orang
Arab). Asalnya dari Kota Kabul (ibu kota Afganistan sekarang). Kakeknya,
Marzuban, memeluk Islam di masa Umar bin Khattab radhiallahu
‘anhu, lalu hijrah dan menetap di Kufah.
Imam Abu Hanifah dilahirkan di Kufah pada tahun 699 M. Ayahnya,
Tsabit, adalah seorang pebisnis yang sukses di Kota Kufah, tidak heran kita
mengenal Imam Abu Hanifah sebagai seorang pebisnis yang sukses pula mengikuti
jejak sang ayah. Jadi, beliau tumbuh di dalam keluarga yang shaleh dan kaya. Di
tengah tekanan peraturan yang represif yang diterapkan gubernur Irak Hajjaj bin
Yusuf, Imam Abu Hanifah tetap menjalankan bisnisnya menjual sutra dan
pakaian-pakaian lainnya sambil mempelajari ilmu agama.
Ahli hukum besar ini merupakan
seorang pedagang yang beroperasi di Kufah, dimana pusat kegiatan perdagangan
berkembang pesat di sana. Salah satu transaksi yang sangat populer saat itu
adalah bai’ as -salam, yaitu menjual barang yang akan dikirimkan kemudian, sedangkan
pembayaran dilakukan secara tunai pada waktu akan disepakati. Abu Hanifah
meragukan keabsahan akad tersebut yang dapat mengarah kepada perselisihan.
Ia
mencoba menghilangkan perselisihan ini dengan merinci lebih khusus apa yang harus diketahui dan dinyatakan dengan jelas di dalam akad seperti jenis komoditi,
mutu dan kuantitas serta waktu dan tempat pengiriman. Abu Hanifah mengusung
nilai-nilai kemanusiaan dalam metode hukumnya. Ia mengkhawatirkan masyarakat
miskin dan lemah. Dengan demikian, ia tidak membebaskan perhiasan dari zakat.
Namun ia membebaskan orang yang memiliki utang dari zakat jika hutangnya
menutupi seluruh harta miliknya. Ia juga menolak untuk mengesahkan bagi
hasil (muzara’ah) dalam kasus tanah yang tidak menghasilkan apa-apa, untuk
melindungi pihak yang lemah.
No comments:
Post a Comment